DOGIYAI - Sidang Pemeriksaan dua saksi meringankan diantaranya Alex Gobai dan Ones Busop, telah dilaksanakan di Pengadilan negeri Jayapura, 15/03.
Dalam keterangan dari dua saksi yang dihadirkan tersebut telah menggugurkan semua tuduhan pasal makar dan pasal penghasutan yang dituduhkan kepada Victor Yeimo juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat atau KNPB.
Dalam pemeriksaan saksi, penasehat hukum secara bergiliran menanyakan keterlibatan Victor Yeimo dalam proses persiapan aksi yang berlangsung pada tanggal 19 Agustus 2019 maupun aksi tanggal 29 Agustus 2019.
Dalam keterangan kedua saksi telah membantah bahwa Victor tidak pernah terlibat dalam proses persiapan. Kedua saksi melihat kehadiran Victor Yeimo hanya tanggal 19 Agustus 2019. "Saat di kantor gubernur ribuan orang hadir dalam aksi protes tersebut, lalu mendesak agar Victor diberikan waktu untuk orasi sehingga koordinator lapangan berikan waktu untuk orasi".
Baik Victor Yeimo sebagai individu maupun KNPB sebagai organisasi tidak terlibat dalam Teklap tertutup pada tanggal 18 Agustus 2019.
Victor Yeimo dituduh sebagai perencana aksi, dimana terjadi pengrusakan pada aksi tanggal 29 agustus 2019. Karena itu Alex Gobay telah mempertegas bahwa pada aksi tanggal 29 Agustus 2019 dirinya adalah Koordinator lapangan dan ia telah mempertanggung jawabkan aksi tanggal 29 agustus 2019 dihadapan hukum Indonesia, maka tidak ada alasan yang jelas ataupun satu fakta yang mampu menunjukkan Victor Yeimo sebagai orang yang merencakan atau menghasut rakyat, karena orasi Victor merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang diatur dalam undang-undang Indonesia .
Sedikit mengingat kembali bahwa tindakan rasis terhadap rakyat Papua pada 2019 dan kriminalisasi terhadap Victor Yeimo sebagai bagian dari rakyat Papua yang melawan rasisme adalah upaya negara untuk mengkriminalisasi aktivis-aktivis di Papua seperti yang dikatakan oleh salah satu saksi pada sidang tanggal 14 Februari , yaitu Epis Salampessy "saat aksi kami hanya fokus kepada pentolan-pentolan"
Negara sendiri tidak memberikan keadilan bagi rakyat Papua, karena negara hanya memberikan vonis ringan terhadap pelaku ujaran rasis yang memicu kemarahan orang papua.
Negara justru menangkap orang-orang yang berusaha melawan praktik rasisme. Padahal aksi rakyat Papua di tahun 2019 adalah aksi spontanitas yang dilakukan berdasarkan kesadaran rakyat Papua bahwa rakyat Papua bukan monyet.
Victor Yeimo sebagai salah satu dari ribuan rakyat yang melawan rasisme dengan sakit hatinya atas ujaran rasis. Monyet sebagai simbol perlawanan adalah ungkapan kekecewaan yang sarat akan perlawanan, seperti orasi Victor pada tanggal 19 agustus 2019.
Usai aksi penolakan terhadap rasisme dilakukan, nama Victor Yeimo masuk sebagai salah satu dari daftar pencarian orang (DPO). Untuk alasan keselematan, Victor harus melarikan diri ke PNG karena ia tahu bahwa ia akan ditangkap sekalipun tidak bersalah, seperti yang terjadi pada Steven Itlay, Butcar Tabuni dan Agus Kosay yang ditangkap menjalani sidang di Balikpapan.
Victor sendiri tidak mengetahui bahwa statusnya adalah DPO, kemudian Victor Yeimo kembali ke tanah air West Papua setelah merasa situasi telah aman. Namun akhirnya Victor ditangkap paksa oleh Tim Nemangkawi.
Saat proses pemeriksaan saksi atas nama Suherman, salah satu anggota satgas nemangkawi yang menangkap Victor, saksi mengatakan bahwa saat itu ia bersama 5 orang temannya dari satgas nemangkawi yang melakukan penangkapan terhadap Victor di Tanah Hitam dan karena penangkapan itu bersifat spontanitas dan status Victor sebagai DPO, maka aparat lainnya menyusul untuk melakukan penangkapan. Victor ditangkap tanpa surat penangkapan dan surat tugas. Saat proses menuju Polda, Victor juga dipukul oleh Satgas nemangkawi.
Victor Yeimo sudah menjalani sidang sebanyak 13 kali. Sidang Lanjutan yang ke 14 terhadap Victor Yeimo akan dilakukan pada hari jumat, 17 Maret 2023 di Pengadilan Negeri kelas 1A Jayapura.
Sidang lanjutan akan dilakukan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli untuk meringankan.